Ciremaitoday.com, Kuningan – Ketua LSM Frontal, Uha Juhana menyoroti soal polemik yang berkembang adanya potensi kondisi pada Pileg 2024 di Kabupaten Kuningan, Jabar. Apalagi potensi gangguan dan pelanggaran pada waktu pelaksanaan Pileg akan dianggap tetap ada dan sulit hilang.
“Pileg dari waktu ke waktu tidak bisa lepas dari proses dugaan kondisi. Dugaan kondisi reformasi pileg selalu ada sejak era sebelum hingga pasca reformasi seperti saat ini,” katanya, Jumat (23/2).
Menurutnya, bentuk-bentuk kondisi dalam tumpukan yang saat ini perlu diantisipasi yaitu kondisi antar kontestan. Misal seperti politik uang, pembagian sembako hingga pelibatan penyelenggaraan pemilu serta penyelenggara negara.
“Dugaan kerapian kejadian tersebut selalu terjadi dalam pemilu legislatif. Pileg dan dugaan kondisi adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, akan selalu ada tuduhan-tuduhan kondisi yang disampaikan kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU hingga pengaduan ke Bawaslu,” ujarnya.
Dia menyebutkan, setidaknya ada dua penyebab masih terjadinya kondisi dalam pelaksanaan pemilu.
“Pertama sistem pemilu yang ada berpotensi mendorong caleg melakukan segala cara untuk menang. Sistem pemilu legislatif Indonesia adalah representasi proporsional daftar terbuka, yaitu seorang caleg dapat terpilih karena mendapatkan suara terbanyak dalam daftar terbuka di partainya,” terangnya
“Dalam sistem tertutup yang pernah digunakan dalam pemilu sebelum tahun 2004, terpilihnya seorang caleg ditentukan sepenuhnya oleh partai politik. Sistem ini mendorong para caleg berlomba-lomba mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Salah satu akibatnya, persaingan para caleg di internal partai sangat ketat dan keras,” imbuhnya.
Selanjutnya, kata Uha, yakni netralitas ASN dalam menyongsong pemilu serentak 2024 masih rawan.
“Jelas tidak dapat dibenarkan jika ada penyelenggara negara yang terlibat langsung untuk berkampanye, atau menjadi tim sukses calon tertentu,” tandasnya.
Ia melihat, kasus dugaan pelanggaran Pileg sesuai UU nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang melarang adanya pelibatan dari ASN, penyelenggara pemilu hingga aparatur desa sempat terjadi. Salah satunya dugaan pelanggaran kampanye di daerah Cibinuang, Kuningan, hingga dikenakan sanksi.
“Meskipun sudah dilaporkan ke pihak Bawaslu Kuningan, pada keputusan itu Bawaslu Kuningan hanya memberikan sanksi kepada pihak yang terlibat. Sedangkan penyelenggara kampanye tidak mendapatkan sanksi,” ujar Uha.
Dia merasa heran, karena salah satu peserta pemilu dari caleg tertentu justru tidak mendapatkan sanksi. Mestinya Gakkumdu tampil dengan tegas dalam menangani tindak pidana pemilu, dengan tanpa pilih kasih dan memandang bulu apalagi sampai bermain mata.
“Ketegasan Bawaslu dan Gakkumdu Kuningan dalam penindakan pelanggaran pemilu sangatlah penting dan tidak boleh diabaikan. Jangan sampai terjadi akumulasi kekecewaan di masyarakat karena tidak adanya rasa keadilan, tindakan tegas dan sanksi pidana bagi mereka yang sudah melakukan pelanggaran,” pungkasnya. (*)