Genjring Dog-dog Desa Cipinang Kabupaten Cirebon. Foto: Istimewa 

Genjring Dog-dog Masih Bertahan di Tengah Derasnya Arus Modernisasi

Ciremaitoday.com, Cirebon-Gempuran budaya modern yang terus melaju, meski demikian Desa Cipinang di Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, tetap mempertahankan salah satu warisan leluhur yang hampir punah yakni Genjring Dog-dog. Kesenian ini bukan sekadar hiburan rakyat, tapi juga simbol kearifan lokal yang terus dijaga dengan penuh semangat.

Kuwu Desa Cipinang, Dadang Iskandar, mengatakan Genjring Dog-dog masih sering dipentaskan, terutama untuk menyambut tamu-tamu penting atau saat perayaan adat desa.

“Ini bentuk penghormatan kami kepada tamu istimewa, sekaligus cara melestarikan budaya leluhur,” ujarnya, Jumat (9/5).

Salah satu tokoh pelestari Genjring Dog-dog, Puri, telah menekuni kesenian ini sejak masa mudanya. Dahulu, pertunjukan ini tidak hanya menyuguhkan musik, tetapi juga menghadirkan atraksi akrobat dan sulap yang mampu memukau penonton.

Puri pernah menjadi pemain utama dalam atraksi memanjat “teraje”, sejenis tangga tradisional yang menjadi bagian dari pertunjukan. Sayangnya, karena keterbatasan personel, unsur akrobat dan sulap kini tak lagi ditampilkan. Yang tersisa hanya musik tradisional yang terdiri dari alat genjring dan dog-dog—perpaduan antara alat musik shalawatan dan bedug kecil.

“Kalau lengkap, personilnya bisa sampai 15 orang, ada pemain musik, vokalis, dan pemain atraksi. Tapi sekarang tinggal alat musiknya saja,” kata Puri.

Meski tak seaktif dulu, Genjring Dog-dog tetap hidup dalam beberapa perhelatan seperti perayaan Hari Kemerdekaan, acara khitanan, dan hajatan warga. Puri bersyukur masih ada anak-anak muda yang tertarik untuk belajar dan ikut menjaga tradisi ini.

Salah satu ciri khas Genjring Dog-dog terletak pada lirik lagunya. Awalnya, syair yang digunakan bersumber dari kitab Al Barzanji. Namun seiring waktu, lirik tersebut diubah menjadi pantun berbahasa Sunda agar lebih mudah dipahami masyarakat lokal.

“Biar pesannya sampai dan lebih dekat dengan warga,” ujarnya.

Lahir pada tahun 1943, Puri mengaku khawatir kesenian ini benar-benar menghilang dari kehidupan masyarakat. Bersama rekannya, H Mujib, ia terus berupaya menghidupkan kembali semangat generasi muda untuk mencintai kesenian tradisional ini.

“Cara memainkan alat musiknya pun mudah. Dengan cara dipukul. Biar suasana lebih meriah,” pungkasnya.(Joni)

Array
header-ads

Berita Lainnya