Ciremaitoday.com, Jakarta – Kompor inovasi ramah lingkungan berbahan bakar limbah sawit diluncurkan Kementerian Sosial (Kemensos). Peluncuran kompor inovasi hasil kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu dilakukan di Desa Seuneubok Simpang, Kecamatan Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan, kompor ramah lingkungan tersebut merupakan solusi bagi masyarakat Desa Seuneubok Simpang yang sebelumnya mengeluh sulit memperoleh gas elpiji 3 kg. Sebab kalaupun tersedia, harganya sangat mahal.
Tri Rismaharini pun membentuk tim dan menjalin kerja sama dengan IPB untuk mengatasi kesulitan yang dialami masyarakat terkait langka dan mahalnya gas elpiji. Tim bersama dengan IPB kemudian melakukan kajian di lapangan, hingga pada akhirnya menemukan limbah buah sawit yang melimpah di desa tersebut.
Limbah buah sawit, terutama yang sudah membusuk, dapat digunakan sebagai bahan bakar. Bahan bakar limbah buah sawit ini kemudian diolah sedemikian rupa agar bisa menjadi sumber api dari kompor hasil rancangan IPB.
“Dari pada terbuang, limbah sawit lebih baik digunakan untuk bahan bakar. Dan karena desainnya sederhana, bisa dibuat di sini sehingga berhasil menggerakkan perekonomian masyarakat desa,” kata Mensos Risma, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Antara, Kamis (29/2/2024).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Keserasian Sosial (FKS) Desa Seuneubok Simpang Kafriyadi mengatakan kompor inovatif sudah diuji coba sejak September 2023 dan hasilnya sangat memuaskan.
“Masyarakat tidak lagi mengeluarkan biaya mahal untuk membeli gas elpiji karena bahan bakar berupa sawit tersedia melimpah di sini,” kata Kafriyadi.
Menurut Kafriyadi, buah sawit yang sudah membusuk atau tercecer dari tangkainya biasanya dibuang. Namun sekarang, oleh masyarakat desa limbah buah sawit tersebut dijemur tidak terlalu kering karena akan digunakan untuk bahan bakar.
Kompornya sendiri memiliki bentuk sederhana, berupa tabung berdiameter sekitar 15 cm dan tinggi 20 sentimeter. Buah sawit yang sudah kering kemudian dimasukkan langsung ke dalam kompor yang di atasnya ditempatkan panci untuk memasak atau wajan untuk penggorengan.
“Sekitar 25 butir sawit kering, cukup untuk memasak sekitar satu jam,” jelasnya.
Bagian bawah kompor itu memiliki lubang dan penutup udara. Jika penutup dibuka lebar, maka nyala api akan membesar. Demikian sebaliknya, jika penutup udara ditutup, nyala api akan mengecil.
“Kompornya sangat praktis, sehingga disukai ibu-ibu,” ujarnya.
Adapun yang terpenting adalah masyarakat tidak perlu lagi membeli gas elpiji, sehingga menghemat pengeluaran serta ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah atau buah sawit yang membusuk. (*)