Kepala Perum Bulog Cirebon, Ramaijon Purba, saat memberikan keterangan pers. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday

Kuota Terbatas, Petani di Cirebon Terpaksa Jual Gabah ke Tengkulak dengan Harga Lebih Rendah: Bulog Bilang All Out

Ciremaitoday.com, Cirebon-Seorang petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengungkapkan kekecewaannya karena tidak bisa menjual gabah hasil panennya ke Perum Bulog. Petani penyewa lahan pertanian padi di Wilayah Kecamatan Plumbon yang enggan disebutkan namanya itu menyebut kuota penyerapan gabah di desa wilayah garapan lahannya hanya 10 ton.

Dengan demikian ia terpaksa menjual hasil panen ke tengkulak dengan harga lebih rendah.

“Saya enggak bisa jual ke Bulog, kata orang kuotanya hanya 10 ton per desa. Jadi hanya bisa jual ke tengkulak,” ujar petani asal Kecamatan Jamblang ini, Senin (28/4).

Ia menambahkan, harga jual ke tengkulak sangat jauh dari harga yang ditetapkan pemerintah.

“Kalau jual ke tengkulak harga gabah muncul basah 5800 per kilogram, kalau jenis IR 6100. Karena kuotanya enggak kebagian ya saya jual ke tengkulak,” ungkapnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Perum Bulog Cirebon Ramaijon Purba memberikan penjelasan panjang lebar terkait sistem penyerapan gabah oleh Bulog. Menurutnya, gabah yang diserap dari petani memang beragam kondisinya, dari basah hingga hampir kering, dan semuanya harus segera ditangani agar tidak rusak.

“Gabah yang kita serap dari petani, itu kan masih gabah panen. Itu kondisi kualitasnya bisa apa aja, bisa dalam kondisi basah, bisa seperempat kering, setengah kering, 75 persen kering. Nah kalau gabah itu, itu kan harus segera dilakukan penanganan,” jelas Rama, Selasa (29/4).

Ia menegaskan pentingnya pengeringan untuk menjaga kualitas gabah yang dibeli.

“Penanganannya dalam bentuk pengeringan. Kalau tidak segera ditangani, maka gabah Itu akan segera rusak. Nah untuk mengantisipasi itu, kita tidak mau gabah yang kita ambil dari petani itu rusak. Karena ini kan menggunakan uang negara,” katanya.

Rama menampik jika Bulog disebut membatasi pembelian gabah. Menurutnya, pembatasan yang dirasakan petani lebih pada pengaturan penyerapan agar sesuai kemampuan pengolahan.

“Nanti peruntukannya juga kan untuk cadangan beras negara. Nah sebenarnya kita enggak ada melakukan pembatasan, cuma mungkin bahasanya adalah perencanaan. Kenapa mungkin ada perencanaan cuma sekian ton pak, per desa. Karena desa yang kita layani kan luar biasa banyaknya, nanti kalau langsung kita serap aja tanpa mempertimbangkan kemampuan olah setelah serap nantikan terjadi kerusakan kita juga yang nanti disalahkan,” ujarnya.

Ia menyebut, Bulog terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menentukan lokasi dan waktu serapan.

“Kita minta bantuan dari Babinsa dan PPL sama-sama menyusun rencana penyerapan,” ucapnya.

Hingga saat ini, menurutnya, capaian penyerapan gabah di wilayah Cirebon sudah melampaui target awal.

“Sampai saat ini saja kita untuk wilayah Cirebon, dari target 61 ribu ton penyerapan gabah, kita sudah menyerap 63 ribu ton per tadi malam. Jadi mungkin kalau ditambah hari ini bisa lebih lagi,” jelasnya.
Bahkan jika dihitung setara beras, jumlahnya hampir mencapai 90 ribu ton.

“Kalau untuk setara beras malah kemungkinan kalau enggak hari ini atau besok itu sudah mencapai 90 ribu ton setara beras. Jadi kita sebenarnya all out banget menyerap gabah beras petani,” ungkapnya.

Meski begitu, ia mengakui Bulog tidak bisa menyerap seluruh produksi nasional.

“Cuma kan itu kan gabah kita enggak bisa menyerap seluruhnya. Nah, terus kalau misal itu kan ada Inpres nya? Inpres itu kan tidak hanya berlaku untuk Bulog saja, tapi berlaku untuk seluruh perilaku perberasan kan,” katanya.

Rama juga menjelaskan tugas utama Bulog dalam skema nasional hanyalah menyerap sebagian kecil dari total produksi.

“Dan sebenarnya kan yang diharapkan pemerintah ke Bulog kan, Bulog ditugaskan menyerap 3 juta ton setara beras dari total produksi nasional hampir 33 atau 32 juta ton. Artinya hanya 10 persen yang wajib diserap oleh Perum Bulog. Sisanya adalah untuk kebutuhan masyarakat, untuk kebutuhan cadangan di pasar dan lain-lain,” paparnya.

“Kalau seluruhnya diserap Bulog nanti yang buat makanan masyarakat apa. Karena yang penyerapan Bulog tujuannya adalah untuk memupuk cadangan nasional,” sambungnya.

Ia menambahkan, penentuan lokasi dan volume serapan lebih banyak ditentukan oleh kondisi di lapangan yang diketahui oleh para penyuluh dan Babinsa.

“Terkait rencana penyerapan, kita serahkan kepada Babinsa dan penyuluh. Kan tidak semua desa di Cirebon misalnya sedang panen. Kan mereka yang paham kondisi di lapangan, kami kan SDMnya terbatas. Nah merekalah yang bisa menentukan kalau misalnya di desa lagi enggak panen yang seharusnya dapat waktu penyerapan, tetapi enggak panen bisa dialihkan ke desa lain. Berarti kan otomatis kan nambah yang bisa diserap,” jelasnya.

Rama memastikan Bulog tidak bekerja sendiri dalam proses penyerapan ini.

“Kita memang kemarin meminta. Kita sudah rapat bersama dengan penyuluh pertanian dan Babinsa kita sampaikan seperti itu. Ini kan kerja bersama, bukan hanya Perum Bulog saja, tapi semua stakeholder, pemda, TNI, satgas pangan juga ikut,” katanya.

“Kita sebenarnya mau menyerap maksimal, semaksimal-maksimalnya. Cuma kan kita punya keterbatasan di pengolahan pasca pembeliannya,” tambahnya.

Rama menyebut, setelah panen raya di daerah lain selesai, seluruh kekuatan akan diarahkan untuk penyerapan gabah di wilayah yang sedang panen seperti Cirebon Tengah, Cirebon Barat, hingga Gegesik.

“Kita serap dengan harga sesuai inpres Rp 6500 per kilogram. Enggak ada ketentuan jenis padi,” pungkasnya.(Joni)

Array
header-ads

Berita Lainnya