Ciremaitoday.com, Jakarta-Transformasi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) resmi berlaku setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2024. Dengan perubahan ini, BPDP kini tidak hanya mengelola dana dari kelapa sawit, tetapi juga dari kakao dan kelapa, yang diarahkan untuk mendukung peremajaan perkebunan di Indonesia.
Menanggapi kebijakan ini, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menekankan urgensi peremajaan lahan kakao dan kelapa untuk meningkatkan produktivitas yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Puteri menyoroti bahwa meskipun Indonesia masih menjadi salah satu empat besar produsen kakao dunia, tren produksinya terus mengalami penurunan.
“Saat ini, kita memang masuk dalam jajaran 4 besar produsen kakao terbesar di dunia, dan sekaligus menjadi penghasil kakao terbesar di kawasan Asia. Tapi, menurut BPS, produksi kakao kita tercatat terus menurun menjadi 632 ribu ton pada 2023, dibandingkan tahun 2019 mencapai 734 ribu ton,” ujarnya dilansir dari dpr.go.id pada Selasa (18/2).
Tak hanya produksi, luas lahan kakao juga berkurang drastis dari 1,56 juta hektare pada 2019 menjadi 1,39 juta hektare pada 2023. Menurut Puteri, perubahan ini terjadi karena banyak petani beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti sawit dan tebu, akibat minimnya insentif bagi petani kakao.
Selain itu, meski Indonesia merupakan produsen kakao besar, negeri ini masih mengimpor kakao dalam jumlah tinggi.
“Meski Indonesia menjadi salah satu produsen kakao terbesar di dunia, tapi kita juga masih tetap impor kakao. Ini karena ketersediaan kakao lokal tidak mencukupi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas,” katanya.
Tak hanya kakao, produksi kelapa juga menghadapi tren serupa. Data menunjukkan bahwa produksi kelapa mengalami penurunan dari 3,23 juta ton pada 2008 menjadi 2,89 juta ton pada 2023.
“Menurut Bappenas, produktivitas kelapa di Indonesia masih stagnan di angka 1,1 ton per hektare, dimana 98,95 persen lahan merupakan kebun rakyat tradisional yang belum terorganisir dengan baik. Luas lahan yang tidak menghasilkan karena tanaman yang sudah tua dan memerlukan replanting,” ungkapnya.
Sebagai langkah nyata, Puteri mendesak BPDP untuk segera menyusun peta jalan (roadmap) dalam pengelolaan dana serta kebijakan hilirisasi kakao dan kelapa.
“Sehingga, peta jalan ini dapat menjadi acuan BPDP dalam menyusun target peremajaan lahan, hingga proyeksi penerimaan negara dari pungutan pada komoditas ini,” pungkasnya.(Joni)