Ciremaitoday.com, Majalengka-Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 01 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran di sektor pemerintahan menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri perhotelan, termasuk di Kabupaten Majalengka. Pemangkasan anggaran berpotensi mengurangi jumlah acara pemerintahan di hotel, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama.
Plt. General Manager Fitra Hotel Majalengka, Asep Prabu S, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar bagi industri perhotelan saat ini adalah memastikan operasional tetap berjalan di tengah kemungkinan penurunan pemasukan.
“Kami harus berpikir keras bagaimana caranya tetap bisa memenuhi kebutuhan operasional, terutama untuk membayar karyawan,” ujar Asep Prabu kepada wartawan, Rabu (19/3) malam.
Menghadapi kondisi ini, pelaku usaha hotel di Majalengka mulai menyusun strategi untuk mengurangi ketergantungan pada segmen pemerintahan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah memperluas kerja sama dengan sektor korporasi, agen perjalanan, serta institusi pendidikan.
Namun, untuk mengantisipasi perubahan kebijakan anggaran, hotel-hotel mulai membidik perusahaan swasta untuk kerja sama jangka panjang, seperti penyediaan akomodasi bagi tenaga kerja dan pertemuan bisnis.
“Travel agen juga menjadi mitra penting dalam menghadirkan tamu dari luar daerah, baik untuk keperluan wisata,” katanya.
Selain itu, sektor perhotelan juga merangkul institusi pendidikan dengan menawarkan program pelatihan di bidang hospitality, mulai dari pelatihan tata cara makan hingga manajemen layanan hotel.
“Kami sudah mulai merancang program seperti cooking class hingga pelatihan layanan perhotelan sejak jauh-jauh hari,” tegas Asep.
Asep berharap kebijakan efisiensi anggaran tidak berdampak signifikan pada ekonomi lokal, khususnya industri perhotelan di Majalengka. Ia juga berharap ada kebijakan dari Bupati Majalengka, Eman Suherman, yang bisa membantu mendorong sektor bisnis ini agar tetap bertahan.
“Semoga kondisi ini tidak berdampak luar biasa di Majalengka dan ada perubahan kebijakan yang lebih mendukung sektor bisnis hotel,” ucapnya.
Di tengah berbagai tantangan, pelaku usaha hotel tetap optimistis. Asep mengungkapkan bahwa pada minggu pertama Ramadan, okupansi hotel memang mengalami penurunan yang terjadi setiap tahun. Namun, setelah seminggu berlalu, tren mulai membaik, terutama karena meningkatnya permintaan untuk acara buka puasa bersama.
“Kami masih melihat ada harapan di segmen buka puasa bersama. Tapi kalau untuk okupansi kamar, saat ini hanya terisi antara 3 hingga 15 kamar per hari. Selain itu, untuk rapat dan pertemuan, sejauh ini masih kosong, belum ada permintaan sejak awal Maret 2025,” tambahnya.
Agus, salah satu pengelola hotel di Majalengka, mengakui bahwa selama ini segmen pemerintahan menjadi penyumbang terbesar pendapatan industri perhotelan, terutama melalui penyelenggaraan rapat dan acara dinas.
“Yang paling tinggi pemasukan dari sektor government,” ungkapnya.(Ardi)