Bangunan utama Pabrik Minyak Kayu Putih Jatimunggul di Kabupaten Indramayu yang kini tak lagi beroperasi. Dahulu, tempat ini menjadi sentra produksi minyak kayu putih dari hutan-hutan milik Perhutani, Selasa (29/4/2025). (Foto: Ciremaitoday.com/Wahyu Topami)

Legenda yang Terlupakan: Harum Minyak Kayu Putih Jatimunggul yang Kini Tinggal Kenangan

Ciremaitoday.com, Indramayu – Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) Jatimunggul yang dikelola Perhutani menjadi salah satu ikon bersejarah di Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu. Berusia lebih dari setengah abad, pabrik ini pernah memproduksi ribuan ton minyak kayu putih dan berkontribusi besar terhadap ekonomi lokal.

Rusnandi, mantan operator dan tenaga administrasi di PMKP Jatimunggul, menjelaskan bahwa berdirinya pabrik ini dilatarbelakangi oleh keberadaan tanaman kayu putih yang telah tumbuh sebelum pabrik didirikan.

“Sebelum ada pabrik yang sudah ada itu tegakkannya (pohonnya), makanya dari tegakkan itu mau dimanfaatkan, makanya dibikin pabrik itu yang pertama pabriknya di sana (dekat bendung sumur watu) sekitar tahun 1975 dibangun, itu pabriknya disebut Jatimunggul 1,” ujarnya saat ditemui di lokasi, Selasa (29/4/2025).

Baca Juga: Bongkar Ketimpangan, Forum Pesantren Indramayu Dukung Gebrakan Dana Hibah Pemprov Jabar

Tingginya tingkat produksi minyak kayu putih dua dekade setelah PMKP Jatimunggul 1 berdiri, mendorong Perhutani untuk membangun dua pabrik tambahan dengan skala lebih besar.

“Setelah berjalannya waktu, produksian terus meningkat, tanamannya produktif, bangun lagi pabrik Jatimunggul 2 pada tahun 1990. Dalam perkembangannya karena segala sesuatunya masih bagus, memindahkan lagi pabrik yang tadinya di Haurgeulis dekat Gantar dipindahkan lagi ke sini. Jadinya ada 3 pabrik Jatimunggul 1, 2, dan 3. Pabrik Jatimunggul 3 itu dibangunnya 1992,” paparnya.

Namun, kejayaan itu tak berlangsung lama. Produksi minyak kayu putih mulai menurun drastis akibat alih fungsi lahan dan kerusakan tanaman.

Baca Juga: Agroekologi dan Kedaulatan Pangan: SPI Indramayu Tuan Rumah Pertemuan Petani Asia

“Saat masih jaya, produksian lagi bagus. Target tercapai itu tahun 1992, tapi yang disayangkan semakin ke sini semakin menurun produksinya, hasilnya. Itu karena banyak yang mulai memanfaatkan lahan kayu putih, kemudian pohon kayu putihnya gak bisa dijaga, akhirnya kayu putihnya ikut rusak, belum saatnya panen udah dipanen. Kalau dulu mah petani bareng-bareng ngejaga kayu putih, bukan cuma padinya aja,” jelasnya.

Pada masa puncaknya, pabrik ini mampu memproduksi hingga ratusan ton minyak kayu putih setiap bulan.

“Padahal mah dulu 5000 hektare lebih di Kabupaten Indramayunya aja, sekarang mah ya ga tau karena udah banyak berubah, terutama jadi sawah. Dari 5000 hektare itu dalam sebulan mampu memproduksi kurang lebih 900 ton minyak kayu putih,” ungkap Rusnandi.

Baca Juga: Penelitian Situs Dampuawang di Indramayu Dimulai, Temuan Arkeologi Didorong untuk Dikaji Lanjut

Karena penurunan produksi dan sulitnya menjangkau pasar, PMKP Jatimunggul resmi berhenti beroperasi sejak tahun 2022.

“Beroperasi ya tercatat dari 1975 pabrik Jatimunggul 1, berhenti beroperasi 2022,” katanya.

Selain alih fungsi lahan, faktor lain penutupan pabrik adalah persaingan dengan produk impor.

“Berhentinya selain itu, faktornya karena minyak kayu putih sudah nggak laku karena ada saingan minyak ekaliptus dari China (import), sebenarnya di sini di gudang pmkp masih banyak minyak, tapi gak laku jadi buat apa produksi lagi. Sebab kalau dulu mah gada import kita juga mainnya jual lokal aja tapi ya laku,” terangnya.

Baca Juga: Tanam Padi Serentak Dimulai, Indramayu Fokus di Lahan Tadah Hujan

Kini, Rusnandi hanya bisa mengenang masa kejayaan PMKP Jatimunggul, terutama soal hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar.

“Kemasyarakatan, kebersamaan, bermitra dengan masyarakat itu si yang paling berat. Hampir seluruh hidup saya dapat dari sini,” kenangnya.

Ia berharap ke depan pemerintah mampu melindungi produk lokal dari gempuran impor.

“Harapannya pasarnya pengen balik lagi, ada keterlibatan pemerintah terutama dari BUMN, prioritaskan dulu lah barang dalam negeri jangan import dulu yang bisa merusak barang lokal,” pungkasnya. (*)

Array
header-ads

Berita Lainnya