Tampak para napi Lapas Kelas 1 Cirebon mengikuti kegiatan program psikoterapi.

Lapas Kelas 1 Cirebon Sadarkan Napi Melalui Program Psikoterapi

Ciremaitoday.com, Cirebon – Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cirebon, Jawa Barat, menyelenggarakan program psikoterapi bagi narapidana yang hanya ada satu-satunya di Lapas Indonesia. Program tersebut dibagi menjadi dua kategori teknik, yakni metode save atau spiritual emosional freedom teknik dan mindfullness.

Kepala Lapas Kelas 1 Cirebon, Kadiyono mengatakan tidak hanya dari Jawa Barat, Lapas kelas 1 Cirebon telah menampung narapidana (napi) pindahan dari berbagai provinsi-provinsi lain di Indonesia. Oleh karena itu, dengan datangnya narapidana baru yang tentu mempunyai kultur, masalah, dan hukuman yang berbeda-beda, pihaknya melakukan inovasi melalui program unggulan didalam admisi orientasi atau masa pengenalan lingkungan.

“Masa pengenalan lingkungan itu perlu dilakukan. Karena orang yang bukan berasal dari kabupaten Cirebon Ini kan harus tahu lingkungan tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang lama. Salah satu di admisi orientasi program unggulannya adalah program psikoterapi,” ujar Kadiyono, kepada wartawan, Selasa (28/3/2023).

Kadiyono menjelaskan, dalam program psikoterapi ini ada dua teknik yang menonjol, yang pertama adalah metode save itu spiritual emosional freedom teknik. Yang satunya adalah mindfulness. Jadi para napi-napi baru itu, kata dia, diajarkan yang pertama tentang bagaimana untuk membuang emosi-emosi yang jahat.

Tujuannya tak lain adalah agar mereka para napi dapat meninggalkan hal-hal tidak baik dan dapat menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik. Kemudian, lanjutnya, kalau yang mindfullnes adalah untuk dapat menyadarkan para napi.

“Menyadari bahwa diri dia itu siapa sih, tidak boleh melihat masa lalu yang kurang baik atau kelam atau melihat masa depan yang terlalu jauh. Tapi pikirkan diri dia sekarang ini siapa. Dengan itu akan tumbuh kembang bisa dibangun pribadi-pribadi yang baik yang kokoh yang kuat sehingga melangkah ke depannya semakin baik,” terangnya.

Menurutnya, program ini dilaksanakan secara bergulir secara terus menerus yang dilakukan secara kolektif berjumlah 30 napi per kelasnya. Dari 30 napi, aku dia, tentunya ada yang lambat atau kurang maksimal dalam penyerapan program.

“Yang kurang itu nanti ada terapi lagi secara personal kalau personal masih belum juga, bisa mengcover kita panggilkan psikolog karena kita ada kerjasama dengan psikolog,” pungkasnya.(Joni)

Array
header-ads

Berita Lainnya