Ciremaitoday.com, Bandung-Di tengah tekanan global yang terus berlangsung, perekonomian Jawa Barat tetap menunjukkan ketahanan yang mengesankan pada triwulan pertama 2025. Pertumbuhan ekonomi mencapai 4,98 persen (yoy), didukung sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencatat lonjakan signifikan hingga 31,89 persen.
Inflasi pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,81 persen (yoy), dipicu oleh kenaikan harga emas perhiasan, kopi bubuk, minyak goreng, cabai rawit, dan bawang merah. Kenaikan harga ini salah satunya disebabkan kondisi cuaca yang berdampak pada penurunan hasil panen di sejumlah wilayah Jawa Barat.
Di sisi perdagangan, neraca ekspor-impor pada Maret 2025 tetap menunjukkan surplus sebesar USD 2,11 miliar, meskipun ada defisit perdagangan nonmigas dengan Tiongkok dan Taiwan. Namun, hubungan dagang dengan Amerika Serikat justru mengalami surplus mencapai USD 441,39 juta.
Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami penurunan tipis sebesar 0,38 persen menjadi 113,10. Hal ini terjadi karena kenaikan harga yang dibayar petani lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang diterima. Sebaliknya, Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) justru mengalami kenaikan karena bertambahnya nilai produksi dan investasi.
Total pendapatan negara dari wilayah Jawa Barat hingga 31 Maret 2025 mencapai Rp32,52 triliun atau 20,05 persen dari target tahun 2025. Belanja negara juga terealisasi sebesar Rp29,41 triliun atau 25,10 persen dari pagu, menghasilkan surplus regional sebesar Rp3,11 triliun.
Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jawa Barat II, Henny Suatri Suardi, menegaskan, kondisi fiskal di wilayahnya masih berada pada jalur positif, meskipun beberapa sektor menghadapi tantangan.
“Momentum pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat masih terus terjaga. Kami melihat penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan, tetap tumbuh meski ada beberapa kendala teknis seperti perpindahan lokasi pencatatan wajib pajak,” ujar Henny, dalam keterangannya, Rabu (7/5).
Ia menjelaskan bahwa penerimaan pajak mencapai Rp22,14 triliun atau 17,54 persen dari target, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 2,17 persen. Pertumbuhan signifikan terjadi pada kategori Pajak Lainnya, seiring dengan penerapan sistem deposit pajak. Namun, beberapa jenis pajak seperti PPh 21 dan PBB mengalami penurunan karena faktor non-berulang dan efisiensi di sektor industri.
Sementara itu, realisasi penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp8,45 triliun. Meski ada sedikit kontraksi dibanding bulan sebelumnya, angka ini tetap memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan negara.
Dalam upaya memperkuat ekonomi kerakyatan, pemerintah terus menyalurkan bantuan kredit untuk pelaku UMKM. Tercatat sepanjang Januari hingga Maret 2025, Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah disalurkan sebesar Rp6,12 triliun kepada 114.347 debitur, sementara pinjaman Ultra Mikro (UMi) mencapai Rp6,31 miliar untuk 437 debitur.
“Realisasi penyaluran KUR dan UMi menjadi bukti bahwa pemerintah serius mendorong pertumbuhan ekonomi dari akar rumput,” tegas Henny.
Menurutnya, keberlangsungan ekonomi tidak hanya bertumpu pada sektor besar, tapi juga bergantung pada daya tahan pelaku usaha kecil dan menengah di daerah.
Secara keseluruhan, belanja negara diarahkan pada program prioritas nasional, dengan realisasi belanja kementerian/lembaga sebesar Rp7,67 triliun dan TKD sebesar Rp21,75 triliun. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Desa, dan Dana Insentif Fiskal menjadi pendorong utama pertumbuhan, meskipun Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik belum terealisasi hingga akhir Maret.
Pemerintah pusat dan daerah terus menjaga kredibilitas APBN agar tetap menjadi instrumen yang efektif dalam stabilisasi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Pendapatan negara diperkuat, belanja difokuskan pada kebutuhan prioritas, dan pembiayaan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian di tengah dinamika global yang kompleks.(Joni)