Suasana audensi para pedagang pasar tradisional di Desa Jungjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Audiensi Pasar Jungjang Cirebon Buntu, Pemdes Beri 8 Poin Syarat Terakhir Bagi Investor

Ciremaitoday.com, Cirebon – Pemerintah daerah kini tengah berusaha menyelesaikan permasalahan antara pedagang dengan pengembang atau investor terkait revitalisasi pembangunan pasar tradisional Desa Jungjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Salah satunya yakni dengan menjadwalkan audiensi.

Kegiatan audensi sendiri diadakan di balai desa setempat pada Rabu (15/2/2023). Namun audensi yang dihadiri himpunan pedagang pasar (Himppas), investor, pemerintah desa hingga pemerintah daerah masih menemui jalan buntu.

Sekdes Jungjang, Rahmat Hidayat menyampaikan, dalam audiensi pemdes meminta 8 poin persyaratan yang harus dipenuhi pengembang atau investor yakni PT Dumib. Setiap poin akan dikaji untuk jadi acuan bahan dasar hukum, dalam memperpanjang atau tidaknya kontrak kerja sama dengan investor.

Kedelapan poin itu di antaranya adalah dasar hukum revitalisasi perjanjian kontrak 2018, data pedagang lama yang memiliki SHGP dan SHPTU, data keseluruhan pedagang pasar yang berada di dalam dan di luar pasar, data nama pedagang yang sudah daftar revitalisasi pasar, data pedagang yang sudah membayar booking fee dan DP beserta nominalnya, dan juklak juknis tata cara tahapan pembayaran beserta teknis pelaksanaan.

Serta yang terakhir, pemdes menginginkan terkait pembahasan apapun harus terbuka dan berdasarkan musyawarah mufakat. Pengembang, kata dia, saat itu menyetujui akan memenuhi semua permintaan pemdes.

Sebab berdasarkan MoU tanggal 14 Februari 2018, kontrak kerjasama revitalisasi pembangunan pasar antara pengembang dengan pemdes sudah berakhir pada 14 Februari 2023. “Itu pun kalau disepakati bersama, jadi gambarannya Kak Kuwu dan BPD menyepakati meminta dasar hukum untuk kesepakatan baru yang belum disepakati. Kesimpulannya belum diputuskan hari ini, sampai dengan permintaan data dari desa dipenuhi,” ujar Rahmat usai audiensi.

Sementara itu, perwakilan pedagang pasar yang tergabung dalam Himppas, Radi menyampaikan, pihaknya menginginkan pembangunan dilaksanakan sesuai dengan aturan dan didasari legalitas yang jelas. Sebab ketika kontrak kerja sama sudah berakhir, kegiatan apapun yang dilakukan oleh investor untuk melanjutkan pembangunan bukanlah hal yang legal.

Apalagi, progres pembangunan saat ini diperkirakan masih dibawah 50 persen. “Kalau kemudian tiga hari, sepuluh hari kemudian terjadi pembaruan kerja sama itu ya mangga dilanjutkan. Tapi sebelum mempunyai legalitas, ya mohon ikuti aturan yang berlaku. Supaya kondusif tidak ada perbedaan antara para pedagang atau konflik pedagang. Ya mohon aturan saja diterapkan,” katanya.

Pengembang, lanjutnya, mengklaim bahwa sudah melakukan perpanjangan kontrak melalui musyawarah desa khusus (Musdesus) pada 23 Desember 2023 lalu. Namun musdes tersebut tidak sesuai dengan aturan, karena dilaksanakan oleh pejabat sementara (Pjs) kuwu dan hanya dihadiri satu anggota BPD dari 9 anggota.

“Di peraturan menteri desa, bahwa pelaksana musdes itu adalah BPD. Dimana ada salah satu ketentuan mengatakan, bahwa pimpinan rapat musdes itu adalah ketua BPD. Apabila Ketua BPD tidak hadir, harus memberikan surat tertulis kepada pemdes atau anggota yang lainnya,” ungkapnya.

Padahal, kata dia, saat musdes yang diduga dilakukan secara tersembunyi itu, kuwu terpilih akan dilantik pekan depan. Lebih parahnya, pada perjanjian kontrak 2018 pada pasal 2 ayat 2, disebutkan pengembang hanya boleh memperpanjang masa kontrak selama 2 tahun, jika disepakati.

“Tapi di dalam musdes 23 Desember 2021 itu bukan 2 tahun, tapi 2×5 tahunan. Ini yang menurut kami merugikan, karena belum ada kajian maupun pembicaraan dari berbagai pihak yang dilibatkan termasuk pemdes dan pedagang,” tandasnya.

Sebelumnya, para pedagang sedikitnya sudah melakukan aksi unjuk rasa puluhan kali baik di kantor Pengembang, Pemdes, Kecamatan hingga Kantor DPRD dan Bupati setempat, terkait persoalan harga yang dinilai terlalu mahal. Yang hingga saat ini masih menjadi persoalan utama bagi pedagang.(Joni)

header-ads

Berita Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *