Ciremaitoday.com, Majalengka – PT Sindangkasih Multi Usaha (SMU), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Majalengka, menyampaikan klarifikasi terkait tagihan sewa lahan eks bengkok senilai Rp1,5 miliar yang hingga kini belum sepenuhnya disetorkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda).
Direktur Utama PT SMU, Dede Sutisna, didampingi Direktur Operasional, Teguh, menjelaskan bahwa tagihan tersebut berasal dari kerja sama pengelolaan lahan eks bengkok di Kecamatan Majalengka dan Kecamatan Cigasong untuk periode dua tahun, yakni 2023–2024.
“Sejak 2014, perpanjangan sewa dilakukan setiap tahun. Namun, mulai 2023, kebijakan berubah menjadi kontrak dua tahunan,” ujar Dede dalam keterangan persnya, Sabtu (26/4/2025).
Dari total tagihan Rp1,5 miliar, PT SMU baru menyetorkan Rp30 juta. Dede menyebutkan, minimnya setoran disebabkan oleh penghentian kegiatan pengelolaan lahan secara lisan oleh Pemda pada tahun 2024. Meski demikian, PT SMU tetap memprioritaskan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lahan tersebut selama dua tahun.
Seiring dengan penghentian tersebut, PT SMU kini tengah melakukan penghitungan ulang terhadap piutang yang masih tertunggak dari para koordinator penggarap. Berdasarkan data internal, piutang yang tercatat mencapai Rp1,15 miliar untuk periode garapan 2023–2024. Piutang tersebut berasal dari pola pembayaran para petani yang umumnya dilakukan setelah masa panen selesai.
“Jika dibandingkan dengan kekurangan pembayaran ke Pemda sebesar Rp1,47 miliar, potensi pemasukan dari piutang ini cukup besar. Selisih yang perlu kami tutupi sekitar Rp315 juta,” jelas Dede.
PT SMU, lanjut Dede, juga terus berkoordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Majalengka untuk menyinkronkan data dan mempercepat penyelesaian kewajiban. Ia menegaskan, perusahaan berkomitmen penuh untuk menyelesaikan seluruh tagihan secara tuntas.
Terkait tidak adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) resmi untuk periode 2023–2024, Dede menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan perpanjangan seperti tahun-tahun sebelumnya. Surat tagihan dari Pemda dianggap sebagai bentuk persetujuan tidak langsung atas permohonan tersebut.
“Kami menghormati keputusan Pemda yang menghentikan pengelolaan sebagai bentuk penegasan atas kewajiban yang belum diselesaikan. Namun sebelumnya, kami melanjutkan pengelolaan karena berkeyakinan telah ada persetujuan melalui adanya surat tagihan,” pungkasnya.
PT SMU berharap klarifikasi ini dapat memperjelas situasi dan menjadi titik awal untuk menyelesaikan persoalan secara baik tanpa menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari. (KI)